Sabtu, 12 Februari 2011

kumpulan makalah: PUASA FARDHU

kumpulan makalah: PUASA FARDHU: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puasa merupakan salah satu dari rukun islam kita sebagai umat muslim wajib menjalankan puasa Ramadhan ..."

PUASA FARDHU



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu dari rukun islam kita sebagai umat muslim wajib menjalankan puasa Ramadhan saya menuliskan tema puasa ini agar kita lebih mengerti apa puasa itu dan semoga kita menjadi penguasa diri kita sendiri dengan berpuasa. Ramadhan merupakan bulan dimana kita harus dapat mengendalikan diri kita,hal yang utama yang harus kita lakukan dalam pelaksanaan puasa ramadhan adalah kita harus menjadi penguasa dan raja bagi diri kita sendiri kita harus benar-benar mengendalikan menurut aturan Ilahi yang berlaku. Kalau berbicara harus kita kendalikan demikian juga dengan mata semuanya harus kita kendalikan dengan baik. Mungkin kadang ada bertanya kenapa kita tetap sengsara, atau mengapa hidup kita gelisah dan tidak tenang ? jawaban yang tepat adalah karena kita tidak dapat mengendalikan diri kita sendiri. Pada bulan Ramadhan ini kita harus seperti kepongpong masuk seperti ulat berbulu yang ditakuti dan menjijikan dan keluar sebagai kupu-kupu yang indah yang begitu disenangi banyak orang, yang dapat kita artikan sebusuk dan sekotor apapun diri kita ,setelah menjalankan ibadah puasa ini kita harus menjadi orang yang memiliki kepribadian yang indah dan bermanfaat bagi dirikita sendiri dan orang lain.Di bulan suci Ramadhan inilah kesempatan yang baik untuk megembleng diri agar menjadi terindah dan terbaik. Rasulullah mensinyalir,umat islam akan banyak melaksanakan puasa ,hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Bagai mana menurut ada apakah ini benar? Kalau Rasulullah sudah mensinyalir demikian memang demikian keadaannya karena semua yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah semua itu benar adanya dan tidak ada yang salah .Perkembangan pada saat ini apakah sesuai dengan sinyalemen Rasulullah tadi? Ibadah puasa umat islam pada saat ini Alhamdulillah sudah agak meningkat ternyata mereka mulai sadar ,mereka sadar bahwa ibadah puasa ini tidaklah sebuah tradisi saja melainkan sebuah jalan untuk meningkatkan keimanan.

B.Tujuan Penulisan
1) Memahami Pengertian puasa
Puasa tidak hanya menaha diri dari makan dan minum tapi harus menahan diri dari hal-hal yang akan merusak pahala puasa bitu sendiri ibadah puasa yang pokok adalah “menahan makan,minum,dan hawa nafsu mulai terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari” akan tetapi kita juga harus menahan nafas,bibir,mata, dan semua anggota badan kita dari hal-hal yang akan mebatalkan puasa.
Jika menurut mata sesuatu itu enak dilihat ,tetapi akan merusak amalan puasa maka tundukanlah . Demikian pula dengan bibir kita harus berhenti untuk tidak bicara yang tidak baik dan berguna. Mudah-mudahan setelah mulut,mata ,dan seluruh anggota badan kita bersih dengan menahan diri dari segala sesuatu yang tidak baik semoga hati kita menjadi bersih , dan hal ini merupakan puncak dari dari segala keindahan menikmati hidup di dunia ini. Karena orang yang hatinya bersih akan menjadi cahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
2) Medefisinikan Macam-macam Puasa
C. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan dan webseat yang bahan nya bersangkutan dengan isi makalah ini.






BAB II
PEMBAHASAN
A. PUASA FARDHU
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam.
Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
              
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).

       ••                                        
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)

b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.

c. Puasa Nazar
Puasa nadzar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
B. PUASA SUNNAT
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.
2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.
3. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)


4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)
5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.
6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
7. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.
C. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
• Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.
•Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
•Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.
D. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
• Puasa pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.[12](Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
• Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”[13](Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761).
E. MENJELASKAN HAL-HAL YANG MEBATALKAN PUASA
• Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
• Jima’ (bersenggama).
• Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
• Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
• Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
• Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
• Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya). Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.








BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Memang segala sesuatu harus diketahuai ilmunya dan dasar-dasar yang mendasari sesuatu hal,sehingga seseorang akan mau dan mampu mempelajari dan mengamalkan sesuatu hal lebih banyak dan dengan baik sepertipula puasa, maka seseorang itu akan melaksanakan puasa dengan sungguh-sungguh kalo tahu manfaatnya dan hokum-hukum yang mendasari sebuah amalan.Jadi jadikanlah bulan suci Ramadhan ini sebagai bulan untuk berprestasi seperti halnya Rasulullah saw. Para sahabat dan orang-orang saleh sebagai bulan untuk berprestasi kepada Allah.
Jagan sia-siakan kesempatan terbaik ini karena kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah Swt.Bulan Ramadhan merupakan hadiah besar yang langsungsung dberikan Allah . Bagi umat islam sebagai sarana penyucian diri, Insya Allah,orang termalangpun bias sukses apabila melaksanakan puasa dengan baik dan benar. Oleh karena itu segeralah mengejar ilmunya dan amalkan dengan sungguh-sungguh.








DAFTAR PUSTAKA

Gymnastiar,Abdullah KH (2002). Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauuhiid. Bandung: Mizan
http://www.mail-archive.com/jamaah@arroyyan.com/msg01669.html diakses tanggal 15 Agustus 2010
http://peperonity.com/go/sites/mview/assunnah.tuntunan.ibadah.ramadhan/15657500 diakses tanggal 15 Agustus 2010
http://www.facebook.com/home.php?#!/photo.php?pid=253210&op=1&o=global&view=global&subj=100000067804657&id=100000662467041 diakses tanggal 15 Agustus 2010
http://www.facebook.com/notes/muhammad-zainuddin/hukum-hukum-yang-berkaitan-dengan-puasa-ramadhan/419704869350 diakses tanggal 15 Agustus 2010
http://www.facebook.com/home.php?#!/photo.php?pid=409004&id=100000067804657&
Drs. H. Amir Abyan, MA dkk. Fiqih. Semarang. 1997

kumpulan makalah: HAJI DAN UMROH

kumpulan makalah: HAJI DAN UMROH: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Agama Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri ma..."

HAJI DAN UMROH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Agama Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung.Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.
Dalam mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.

B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami dalam materi FIQIH dan memenuhi tugas dari dosen pengampu yaitu Bapak H. Uria Hasnan, Lc, M.Pd I



C. metode dan tekhnik penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode KEPUSTAKAAN

























BAB II
PEMBAHASAN
HAJI DAN UMROH


A. PENGERTIAN HAJI DAN UMRAH

Asal mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah “al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminology) berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah. Adapun umrah menurut bahasa bermakna ziarah. Sedangkan menurut syara’ umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.

B. TUJUAN HAJI DAN UMRAH

Al-baqarah 189

        ••             •       •    
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

   •          ••          •     
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

C. Dasar Hukum Perintah Haji dan Umrah

mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.Ayat di atas merupakan dalil naqli dari diwajibkannya ibadah haji bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan untuk mengerjakannya.
Haji hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup, sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan sebutan haji wada’ pada tahun ke-10 hijriah. .

D. SYARAT, RUKUN DAN WAJIB HAJI DAN UMRAH

1. Syarat-Syarat Melakukan Haji
Adapun syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji dan umrah adalah:

a) Islam
b) Baligh
c) Berakal
d) Orang Merdeka
e) Mampu (Istitha’ah)

a)Islam
Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umrah. Demikian pula orang yang murtad.

b) Baligh
Anak kecil tidak wajib haji dan umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW: yang artinya “Kalam dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.

c) Berakal
Orang yang tidak berakal, seperti orang gila, orang tolol juga tidak wajib haji.

d) Merdeka
Budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Disamping itu budak itu termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.
e) Kemampuan (Isthitho’ah)

Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal kendaraan, bekal, pengongkosan, dan keamanan di dalam perjalanan. Demikian pula kesehatan badan tentu saja bagi mereka yang dekat dengan makkah dan tempat-tempat sekitarnya yang bersangkut paut dengan ibadah haji dan umrah, masalah kendaraan tidak menjadi soal. Dengan berjalan kaki pun bisa dilakukan.Pengertian mampu, istitha’ah atau juga as-sabil (jalan, perjalanan), luas sekali, mencakup juga kemampuan untuk duduk di atas kendaraan, adanya minyak atau bahan bakar untuk kendaraan.
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil, mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu bekal dan kendaraan.

Sedangkan yang dimaksud bekal dalam Fat-Hul Qorib disebutkan: Dan diisyaratkan tentang bekal untuk pergi haji (sarana dan prasarananya) hal mana telah tersebut di atas tadi, hendaklah sudah (cukup) melebihi dari (untuk membayar) hutangnya, dan dari (anggaran) pembiayaan orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang yang hendak pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya dan (hingga sampai) sekembalinya (di tanah airnya).
Dan juga diisyaratkan harus melebihi dari (biaya pengadaan) rumah tempat tinggalnya yang layak buat dirinya, dan (juga) melebihi dari (biaya pengadaan) seorang budak yang layak buat dirinya (baik rumah, dan budak disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh orang tersebut).

2. Rukun-rukun Ibadah Haji dan Umrah

Rukun haji dan umrah merupakan ketentuan-ketentuan / perbuatan-perbuatan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji atau umrahnya itu tidak sah . Adapun rukun-rukun haji dan umrah itu adalah sebagai berikut:

Rukun Haji
1) Ihram

Melaksanakan ihram disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa (pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.

2) Wukuf di Padang Arafah
Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.


3) Thawaf

Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam). .
Macam-macam Thawaf

a. Thawaf Qudum yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
b. Thawaf Tamattu’ yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
c. Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
d. Thawaf Ifadha yakni thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadha merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.

4) Sai antara Shafa dan Marwah

Sai adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400 meter.Sai dilakukan untuk melestarikan pengalaman Hajar, ibunda nabi Ismail yang mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya, karena usaha dan tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa mengalirnya mata air zam-zam.




5) Tahallul

Tahallul adalah menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)

6) Tertib Berurutan

Sedangkan Rukun dalam umrah sama dengan haji yang membedakan adalah dalam umrah tidak terdapat wukuf.

3. Wajib Haji dan Umrah

Wajib haji dan umrah adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah tetapi jika tidak dikerjakan haji dan umrah tetap sah namun harus mambayar dam atau denda.

Adapun Wajib-wajib haji adalah

a. Ihram dari miqat
Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi ibadah haji dan atau umrah.
Macam-macam miqat menurut Fah-hul Qarib

1.Miqat zamani (batas waktu) pada konteks (yang berkaitan) untuk memulai niat ibadah haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah (hingga sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks untuk niat melaksanakan “Umrah” maka sepanjang tahun itu, waktu untuk melaksanakan ihram umrah.

2.Miqat makany (batas yang berkaitan dengan tempat) untuk dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah, maka:

o Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah berada di (daerah) “Dzul Halifah”
o Orang yang (datang) dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di (daerah) “Juhfah”
o Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
o Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi Yaman, maka miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
o Orang yang (datang) dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya berada di desa “Dzatu “Irq”.

b. Melempar Jumrah

Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.

c. Mabit di Mudzalifah

Wajib haji yang kedua adalah bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di Arafah.

d. Mabid di Mina

Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

e. Thawaf Wada’

Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.

Sedangkan wajib umrah adalah sebagai berikut:

1. Ihram dari tempat yang telah ditentukan (miqat makani). Sedang miqat zamaninya tidak ditentukan karena ibadah umrah dapat dikerjakan sepanjang tahun.
2. Menjauhkan diri dari segala yang diharamkan bagi orang yang sedang melaksanakan umrah atau haji.

E. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN HAJI

Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 503 -- 504.
Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:

a. Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah.
Adapun jima’ yang dilakukan pasca melontar jamrah ’aqabah dan sebelum thawaf ifadhah, maka tidak dapat membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan berdosa. Namun sebagian di antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak bisa dianggap batal karena melakukan jima’, sebab belum didapati dalil yang menegaskan kesimpulan ini.

b. Meninggalkan salah satu rukun haji.
Manakala ibadah haji kita batal disebabkan oleh salah satu dari dua sebab ini, maka pada tahun berikutnya masih diwajibkan menunaikan ibadah haji, bila mampu.







BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

o Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.

o Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut

o Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.

o Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97
o Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.
o Hal-Hal yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah dan meninggalkan salah satu rukun haji.







DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Amir Abyan, MA DKK. Fiqih. PT. Karya Putra Semarang. 1997


Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1999.

Pasha, Mustafa Kamal, Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2003.

Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Fath-Hul Qarib, Al-Hidayah, Surabaya, 1991.

Ilmu Fiqih, Jakarta, 1982.

Senin, 17 Januari 2011

KUMPULAN MAKALAH PAI: STATUS ANAK PUNGUT,ANAK ANGKAT, ANAK ZINA, ANAK HA...

KUMPULAN MAKALAH PAI: STATUS ANAK PUNGUT,ANAK ANGKAT, ANAK ZINA, ANAK HA...: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mendidik anak pungut merupakan fardhu kifayah. Karena bila pengasuhan mereka jatuh kepada non-m..."

KUMPULAN MAKALAH PAI: PERKARA CERAI TALAK

KUMPULAN MAKALAH PAI: PERKARA CERAI TALAK: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkara cerai talak yang diajukan seorang suami terhadap isterinya, sementara suaminya sebenarny..."

KUMPULAN MAKALAH PAI: AKHLAK KHULAFAURRASYIDIN

KUMPULAN MAKALAH PAI: AKHLAK KHULAFAURRASYIDIN: "BAB II PEMBAHASAN AKHLAK KHULAFAURRASYIDIN Khulafaurrasyidin adalah khalifah Rasulullah SAW, mereka berjumlah empat Orang, yaitu : sayyidin..."

KUMPULAN MAKALAH PAI: TAQWA KEPADA ALLAH SWT, IMAN DAN AMAL SHOLEH

KUMPULAN MAKALAH PAI: TAQWA KEPADA ALLAH SWT, IMAN DAN AMAL SHOLEH: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kata takwa yang sudah umum didengar dan sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidik..."

KUMPULAN MAKALAH PAI: TAQWA KEPADA ALLAH SWT, IMAN DAN AMAL SHOLEH

KUMPULAN MAKALAH PAI: TAQWA KEPADA ALLAH SWT, IMAN DAN AMAL SHOLEH: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kata takwa yang sudah umum didengar dan sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidik..."

kumpulan makalah: MONOGAMI DAN POLIGAMI

kumpulan makalah: MONOGAMI DAN POLIGAMI: "BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hukum Islam lahir tidak terlepas dari hukum sebelum Islam datang, namun Islam menjadi solutif..."

MONOGAMI DAN POLIGAMI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Hukum Islam lahir tidak terlepas dari hukum sebelum Islam datang, namun Islam menjadi solutif terhadap problematika pada saat itu dengan adanya dekonstruksi Islam contohnya kasus poligami sebagai solusi kemaslahatan umat pada masa itu.Sehingga saat ini lahir perdebatan apakah saat ini masih relevan atau tidak? Oleh karena itu sangat ketergantungan pada konsep bagaimana ijtihad itu di bangun. Apakah substansi pernikahan dalam islam konsep monogamy atau kah poligami permasalahan ini menjadi sangat sengit karena perbedaan ijtihad. Namun menurut penulis Islam mempunayai konsep yang ideal asalkan monogamy dan poligami bermaslahat terhadap kehidupan ,dan hal itu takkan terlepas dari bagaimana keefektifan suatu hukum yang bisa diterapkan. Hukum Islam lahir secara gradual menghapus kejahiliahan saat itu berlaku perbudakan, kemudian konsep perbudakan yang jelas mempunyai sifat diskriminatif antar manusia dihilangkan akan tetapi poligami dulu hadir, sekarang masih dipakai sesuatu hukum karena mempunyai kemaslahatan di sisi lain.

B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami dalam materi MASAILUL FIQHIYAH WAL HADITSAH dan memenuhi tugas dari dosen pengajar yaitu Bapak Drs. Izzudin, M.Ag

C. metode dan tekhnik penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode KEPUSTAKAAN






BAB II
PEMBAHASAN
MONOGAMI DAN POLIGAMI

A. Definisi Monogami dan Poligami
Monogami dan poligami merupakan salah satu isu atau tema yang mengundang pro dan kontra yang berkaitan dengan system keluarga Islam. Hukum Islam terbentuk dengan kaidah-kaidah tertentu diantaranya kemaslahatan, terapan kaidah terhadap sebuah kasus akan melahirkan hukum sebagai landasan pijakan masyarakat yang bertujuan demi kemaslahatan umat.

Hukum Islam lahir tidak terlepas dari hukum sebelum Islam datang, namun Islam menjadi solutif terhadap problematika pada saat itu dengan adanya dekonstruksi Islam contohnya kasus poligami sebagai solusi kemaslahatan umat pada masa itu. Sehingga saat ini lahir perdebatan apakah saat ini masih relevan atau tidak? Oleh karena itu sangat ketergantungan pada konsep bagaimana ijtihad itu di bangun. Apakah substansi pernikahan dalam islam konsep monogamy atau kah poligami permasalahan ini menjadi sangat sengit karena perbedaan ijtihad. Namun menurut penulis Islam mempunayai konsep yang ideal asalkan monogamy dan poligami bermaslahat terhadap kehidupan ,dan hal itu takkan terlepas dari bagaimana keefektifan suatu hukum yang bisa diterapkan. Hukum Islam lahir secara gradual menghapus kejahiliahan saat itu berlaku perbudakan, kemudian konsep perbudakan yang jelas mempunyai sifat diskriminatif antar manusia dihilangkan akan tetapi poligami dulu hadir, sekarang masih dipakai sesuatu hukum karena mempunyai kemaslahatan di sisi lain.

Dengan adanya sumber hukum yang sangat universal yakni Al-Qur`an dan Hadist, sehingga melahirkan multi interpretasi atau penafsiran bahkan melahirkan pro dan kontra semata-mata untuk diterapkan sebuah hukum. Karena sifat hukum akan berubah sesuai zaman, tempat dan keadaan.Oleh karena itu tidak menurut kemungkinan hukum itu dibangun untuk kemaslahatan umat dalam menjalankan ibadah kepada-Nya.Tiada gading yang tak retak begitu pula dalam penulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan, dan bermanfaat.

1. Definisi Monogamy dan Poligami
Monogami merupakan suatu adat satu istri/suami yakni sebuah keluarga yang terdiri dari satu istri atau suami. Sedangkan poligami yakni perkawinan antara seorang atau dua oaring lebih namun cenderung diartikan dengan perkawinan satu orang suami dengan dua orang istri atau lebih)
2. Sumber pokok permasalahan
Sumber permasalahan terdapat dalam QS. Annisa : 3 Artinya”Dan jika kamu kwatir terhadap anak-anak yatim,maka kawinilah perempuan-perempuan yang baik bagi kamu dua,tiga atau empat . Kemudian jika kamu kuatir tidak dapat berlaku adil maka kawinilah satu saja atau hamba sahaya yang kamu miliki yang demikian itu jalan yang paling dekat agar kamu tidak berbuat serong.”
Sumber permasalahan berasal teks ayat di atas, sehingga melahirkan ekses-ekses pemahaman yang berbeda.
3. Multipenafsiran teks Al-Qur`an
Ayat di atas sangat berkolerasi dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya (An-nisa :1-4) yang memepunyai asbabun nujul,
- Diriwayatkan ada seorang laki-laki dari ghathfan membawa harta yang banyak sekali, milik keponakannya yang yatim. Setelah si anak menginjak umur dewasa, harta itu dimintanya, tetapi ditolak. Lalu hal itu diadukannya kepada Nabi SAW. maka turun ayat 2 demikianlah seperti yang dikatakan said bin jubair
Bahwa imam bukhari meriwayatkan dari Urwah bin Zubair bertanya kepada Aisyah tentang ayat ini, Aisyah berkata : Hai anak saudaraku si yatim ini berada dipangkuan walinya dan hartanya dicampur menjadi satu, si wali tersebut tertarik akan harta kecantikannya lalu ia hendak menikahinya, tetapi dengan cara yang tidak adil tentang pemberian maskawin, dia tak mau memberinya seperti yang diberikan kepada orang lain, maka mereka dilarang berbuat demikian, kecuali harus adil kepada istrinya padahal mereka sudah biasa memberi maskawin yang cukup tinggi, begitulah lalu mereka disuruh mengawini perempuan yang cocok dengan mereka selain anak yatim.

Penafsiran terhadap teks suci tergantung pemahaman dari penafsir karena tidak menurut kemungkinan corak pemikiran/kecenderungan tafsirannya sesuai yang diyakini. Oleh karena itu dalam hal ini perlu memahami sistematikan penafsirannya dan mengetahui autobiografi seorang penafsir. Dalam permasalahan ini akan diketahui ulama yang moderat bahkan yang lebih ekstrim (tekstualis) Segi hubungan antara kata yatim dengan menikahi perempuan dalam firman-Nya “Dan jika khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak yatim maka nikahilah perempuan yang baik bagimu”. Dari segi lain yatim mempunyai dua arti yakni :

a) Mempunyai arti yang sebenarnya (Seseorang yang ditinggal kedua orang tuanya)
b) Yakni perempuan yang lemah tak ubahnya seperti anak yatim

Penafsiran ayat tersebut mengutamakan perintah untuk menikahi perempuan lain dengan melarang nikah dengan anak yatim padahal merekalah yang dimaksud, yakni suatu tambahan pernyatan supaya mereka itu dapat memberikan tempat pada anak yatim sebab”jiwa akan semakin tertarik terhadap apa yang dilarangnya”

Dan Mereka ingin menikah dengan budaknya tanpa diberi maharnya seperti perempuan biasa atau dibawah standar harganya bahkan setiap Nabi menikah selalu memberi mahar (sidaq) seperti pernyataan hadis Nabi SAW[6]:Artinya “Diriwayatkan dari Anas RA dari Nabi Saw sesungguhnya Nabi memberikan Sofiah dan menjadiakn pemberiannya sebagai sidak(mahar) kepadanya”
Kemudian pendapat Attabari tentang penafsiran asas pokok pernikahan yakni monogami karena yang ditekankan adalan keadilan jika 4 tidak bisa adil “nikahilah 3”, jika kamu tidak berbuat adil “maka dua saja”, tetapi jika kamu tidak adil “maka satu saja”, jika kamu tidak adil kepada yang satu maka nikahilah budak perempuanmu.

Hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh imam Ar-Razi “ ayat ini mengangkat ingin berbuat adil kepada perempuan baik anak yatim maupun para istri , menurutnya lebih baik nikahi satu saja dan menyibukkan dirinya denagn shalat atau ibadah lain yang mulia, dengan argumen pendapat bahwa menawarkan (mengerjakan) nawafil (ibadah yang tidak wajib) lebih baik dari pada menikahi lebih dari satu perempuan atau mempunyai milk al yamin yakni budak perempuan.

B. MONOGAMI DAN POLIGAMI MENURUT ULAMA MODERN
Menurut ulama modern dari pakistan Maulana Muhammad Ali, Parvez, Mengatakan asas pokok pernikahan dalam islam adalah monogami dan poligami boleh karena ada ilat seperti asbabul wurud nya waktu perang uhud para syuhada meninggal sedangkan perempuan jadi janda , sengga ilatnya peperang jadi boleh melakukan poligami denagn syarat adil. Kalau menurut Maulana Umar Ahmad Usmani menjelaskan denagn detai masalah poligami dalam kitab fiqhnya Fiqh Al- Quran Yang penting disebutkan yakni :
1. Akar kata zauj dalam bahasa Arab berarti pasangan (istri atau suami)
2. Pasanagn tersebut satu sama lain saling melengkapi , zawwaja secara tidak langsung 2 orang (satu perempuan dan satu laki-laki)bukan banyak peermpuan.
3. Menggapi poligami boleh melakukannya jika situasi tidak normal seperti perang , keadaan sendiri jika normal harus monogami
Kemudian penafsiran tentang QS Annisa :3pernyataan itu khitabnya untuk jamu`dalam syarah Zamakhsyari dinyatakan:
a) bahwa lafad (wawu)lil jam`I, yakni penafsirannya menikahi perempuan dibatasi 9 dengan alasan 2+3+4=9
b) bahkan dikuatkan pendapat ini dengan pendapat Qurtubhi sesuai dengan fi`liyah Nabi SAW.
c) Kemudian Syiah Rafidhah dan ahlu dhahir diantara mereka batasan menikah 12, atau bahkan sampai 18 karena 4+6+8=18 .
Pernyatan tersebut keluar dari ijma ulama Mutaqadimin yang hanya dibatasi karena lafad ( wawu ) artinya ma`iyah atau sebuah pilihan ( au ). Masa mereka berijma telah lalu, sebelum datang orang belakang yang banyak menyimpang.
Itulah penafsiran tentang rangkaian ayat 3, kemudian jika kita kembali terhadap penafsiran hermenetik di simpulkan bahwa poligami mempunyai dua arti yakni :
a) Poligini : permaduan, beristri lebih dari Satu
b) Polianri : Perkawinan dengan lebih dari satu suami seperti suku Eskimo di Tibet dan bangasa Toda di India Utara.
Menurut para ahli tafsir –hadist dalam memahami teks Al- Quran harus sesuai dengan sumber awalnya yakni Quran dan Hadits akan tetapi para cendekiawan muslim modern ada yang menggunakan penafsiran hermeneutika seperti pernyataan di atas.
Kemudian pendapat Moh Abduh dalam Tafsir Al-Manar : menanggapi kritik barat bahwa Islam menindas kaum perempuan karena pengaruh poligami , bias jender, stetment bahwa pr lebih besar syahwatnya pernyatan ini tak ada dasarnya , pria dari dulu masih menginginkan pr kemudian menindas dengan cara memanifulasi sifat dan perasan perempuan .
Abduh percaya bahwa hukum diperlukan untuk mengatur social dan mengendaliakan keinginan manusia sehingga mendukung monogamy dengan alasan sebagai berikut:
a) jika seoarang dapat dimiliki oleh semua pria dan setiaap pr boleh jadi pasangan setiap pria maka api kecemburuan akan hadir , berupa membela keinginanya yang berakibat pertumpahan darah
b) Perempuan sifatnya tak mampu melindungi diri dari bahaya,seperti hamil dan melahhirkan , kalau pria tak menyadari tanggung jawab maka akan mengalami bahaya.
c) Pria muslim baru akan terdorong untuk bekerja keras karena ada tanggungan atau beban kalau dia ingat akan anak dan istrinya ,pada dasarnya tak mau mempertaruhkan dirinya dan memikul beban mencari kehidupan
d) Poligami ada di awal Islam ,maka tidak boleh ada di dunia modern ini , selama priode formatif Islam praktik ini besar manfaatnya karena membantu perampuan dalam membantu kelomppok keluarga baru dan menciptakan kesatuan umat. Memang Nabi SAW dan sahabat adil tapi jika dapat adil dan mampu tapi analisis akhir manusia tak bisa adil baik dalam materi atau non materi , menurut Hanafi Kesejahteraan merupakan hal utama dalam penerapan hukum, Ulama harus sadar bahwa karena keadilan itu mustahil maka poligami harus dilarang
Jadi maksud penafsirannya bersifat moderat jangan memperbanyak beban keluarga sehingga dianjurkan monogamy bagi orang yang khawatir bagi orang yang tidak berlaku adildan melakukan poligami harus dipertimbangkan dan dipikirkan karena poligami akan melahirkan banyak keluarga, banyaknya istri yang merdeka,dari tawanan/hamba sahaya, akan tetapi menurut jumhur lafad
Demikian jalan yang paling dekat agar tidak berbuat serong yakni janganlah kalian bermaksiat atau lacut serta bertindak sewenang-wenang dalam menghukumi, berbuat dhalimdan anniaya.
4. Ekses atau Pengaruh dari Multipenafsiran teks Al-Qur`an
Diantara berbagai multi penafsiran asas pernikahan dalam islam tergantung alur pikir dalam menafsirkannya, namun alangkah lebih arif dan bijak jika monogami sebagai asas utama karena syarat yang begitu berat dalm poligami yakni adil mencakup aspek fisik dan psikis. Penulis tidak mengklaim dengan monogami karena dengan poligami boleh jika membawa maslahat yakni dapat menjaga kesucian, menundukan pandangan, dan memelihara kemaluan, lebih jauh lagi hal itu akn menghasilkan lebih banyak keturunan dan menjaga kesucian banyak perempuan, serta mereka akn diperlakukan lebih baik dan dapat perhatian yang lebih besar. Namun fenomena adillah yang sangat sulit .
Dalam sebuah hadist Aisyah bercerita tentang Rasulullah Saw: “Rasulullah Saw membagi waktunya dan istri-istrinya dan beliau sangat adil. Beliau berkata,”Ya Allah inilah pembagianku menurut kemampuanku janganlah Engkau laknat aku karena sesuatu yang Engkau mampu melakukannya sementara aku tidak mampu melakukannya” (HR Abu Dawud , al Tirmidzi, al Nasa`I dan Ibnu Majah. Ibnu Hibban dan al Hakim menilai hadis ini shahih)
Pengaruh dari penafsirn menjadi menjadi terkotak-kotak bahkan lebih ekstrim seperti kaum agamawan ortodok mengganggap bahwa poligami asas fundamental islam menentang monogami dan lahir kaum feminis atau gender yang menganggap poligami suatu penindasan terhadap perempuan ada juga yang menjadi penengah dari dualisme pendapat tersebut.
5. Monogami, Poligami di Indonesia
Berdasarkan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan maka hukum perkawinan di Indonesia menganut azas monogami (Vide pasal 3 (1) UU No.1/1974 seperti yang diletakan oleh Islam sejak 15 abad yang lalu, yakni bertujuan membina kehidupan rumah tangga yang harmonis sejahtera dan bahagia. Namun yang menjadi polemik apabila dikehendaki oleh bersangkutan karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri meskipun hak itu dikehandaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan, apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan Vide Pasal 3 (2), pasal 4 (1) dan (2) pasal 5 (1) dan (2).
kemudian sebagai teknis UU tsb dikeluarkan PP No.9/19075. Bahkan hukum ini bertujuan untuk mencegah atau mempersulit perceraian dab poligami dikalangan pegawai negri, dengan adanya sanksi-sanksi yang berat dan akibat yang negatif dari poligami dan perceraian sehingga harus dipikirkan terlebih dahulu. Hal ini sebagai contoh dari kalangan pemerintahan untuk diterapkan kepada rakyat.

C. HIKMAH TASYRI

- Sejarah menyatakan : poligami adalah tuntutan hidup bukan undang-undang baru yang dibawa oleh Islam. Islam datang dengan menjumpai kebiasaan tersebut tanpa batas dan tak bekemanusiaan lalu diatur dan dijadikannya sebagai obat untuk beberapa hal yang terpaksa yang selalu dihadapi masyarakat. Islam dating ketika itu beristrikan 10 orang lebih seperti Ghailan, sehingga ….. batas 4, disana ada pula ikatan dan syarat : Adil terhadap semua istri, apabila tidak adil maka hanya diperbolehkan monogamy.

- Bahwa poligami suatu kebanggan dalam Islam karena dengan itu mampu memecahkan masalah sukar dipecahkan oleh bangsa-bangsa dan sosial. Sehingga tertera dalam hukum Islam. Yakni bolehnya poligami karena mandul, sakit yang menyebabkan suami tidak dapat memuaskan naafsu seksnya kepada istrinya.
- Masyarakat dalam pandangan Islam tak ubahnya seperti neraca kedua daunnya itu harus seimbang. Maka untuk menjaga keseimbangan perempuan dan laki-laki harus sama, tapi jika perempuan lebih banyak dari laki-laki atau sebaliknya? Apakah perempuan harus dijauhkan dari ikatan perkawinan atau berbuat keji.
- Negara Jerman yang Nasrani adalah agama melarang tapi memiliki poligami karena melindungi perempuan Jerman dari perbuatan lacur yang akibatnya, banyak anak pungut.
- Problematika masyarakat perlu turut campurnya, Undang-undang seperti di Tunisia, Libanon haram poligami karena kondisi dan jika selingkuh berarti cerai, apabila perempuan dan laki-laki seimbang maka monogami yang relevan tapi jika terjadi kesenjangan karena perang atau wabah. Ini masalah sosial yang harus dihadapi solusi.
1. Mungkin setiap laki-laki hanya kawin dengan satu perempuan sedang dua perempuang lain dibiarkan tidak mengenal laki-laki sepanjang hidupnya tidak berumah tangga, beranak dan berkeluarga.
2. Masing-masing pria nikah dengan satu perempuan berumah tangga bisa bergantian bergaul dengan dua wanita lainnya supaya mengenali laki-laki tapi tidak sah, maka akan terjadi perlakuan dosa dan si anak dengan penuh noda terlantar.
3. Masing-masing pria nikah dengan lebih dari satu perempuan lalu perempuan diangkat ke derajat mulia dengan rumah tangga penuh kedamaian dan terjamin, satu laki-laki bersih dari goncangan dosa, siksaan batin dan masyarakat pun akan terlepas dari krisis dan pencampuran keturunan.
Antara tiga pilihan di atas manakah yang lebih layak dengan kemanusiaan, manakah yang lebih cocok dengan sifat kelaki-lakian, manakah yang lebih terhormat dengan bermanfaat bagi perempuan.























BAB III
PENUTUP


A.Kesimpulan

Perbedaan Penasiran merupakan konsep yang dibangun dalam suatu hukum sehingga bagaimana suatu hukum bisa diterapkan sesuai sumber-sumber ajaran Islam, Karena Hukum Islam lahir secara gradual menghapus kejahiliahan saat itu berlaku perbudakan, kemudian konsep perbudakan yang jelas mempunyai sifat diskriminatif antar manusia dihilangkan akan tetapi poligami dulu hadir, sekarang masih dipakai sesuatu hukum karena mempunyai kemaslahatan di sisi lain.

Sehingga konsep pernikahan monogami dan poligami sesuai dengan sifat hukum yang dapat berubah sesuai zaman, empat dan waktu.Menurut penulis asal pokok pernikahan dalam islam adalah monogamy, poligami menjadi syah dengan adanya ilat hukum dan syarat adil baik bersifat materi maupun non materi. Tapi untuk konteks Indonesia menurut penelitiaan bagian keperempuanan bahwa laki-laki dan perempuan 1:4 akan tetapi kebanyakan perempuan adalah nenek-nenek dan yang belum baligh.















DAFTAR PUSTAKA

1. Manan Drs, Terjemahan ayat Ahkam Ash- Shabuni Muammal Hamidi, Surabaya, Bina Ilmu, 1983
2. Ali Rahmena, Para perintis zaman baru Islam, Bandung, Mizan,1996
3. Prof Masfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyyah
4. Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, Yogyakarta, LKIS, 2003
5. Syaikh Ibnu Jibrin, Fatwa Masalah-masakah Perempuan, Bandung, Pustaka Madani, 2001
8. Dan Kitab-kitab Klasik lainnya

[1] Intisari Islam Hal :369
[2] Kamus 4Ilmiah Populer,Widodo,A md Hal :446,576
[3] HR Ibnu Abi Hatim (Lihat Durrul Mantsur 2:117,Zadul Masir, Ibnu Jauzi 2:4)
[4] Tafsir ayat ahkam As Syabuni Muamal Hamidi Hal :563
[5] Tafsir Abu Suud Jilid 1:214 dan di Kitab Hadits Bukhari
[6] Hafid bin Hajar A-Askalani, Bulugul maram Hal :215
[7] Lihat Ath- Thabari, Jami al Bayan `an Ta`wil Ayat Qur`an ,Vol VIII, Beirut,1988,Hal 231-236
[8] Lihat Al- Fakhrur Razi , Tafsir Kabir ,Vol V, Beirut,t.t.,Hal 178-184
[9] Para Perintis Jaman Baru Islam Hal: 65
[10] Masailul Fiqhiyyah Hal :12

ULUMUL HADIST

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembuatan hadits dha’if supaya kita mengerti bagaimana pengertian hadits dha’if. Disini diterangkan bahwa hadits dha’if adalah hadits yang lemah, disebabkan karna gugurnya rawi, cacat pada rawi dan matannya, dalam pembahasan ini kita dapat mengetahui bagaimana hadits yang dha’if, maudhu atau hadits yang shahih.
Hadits dha’if ini banyak macam ragamnya oleh karena itu kita harus lebih memahami tentang hadits dha’ifnya. Kemudian tentang kehujahan hadits dha’if ini dapat diamalkan secara mutlak yang berkaitan dengan masalah halal dan haram, kewajiban dengan syarat tidak ada hadits lain, kemudian dipandang baik mengamalkan hal-hal yang dianjurkan dan neninggalkan hal-hal yang dilarang.Disini juga akan kami sampaikan sedikit tentang biografi para ulama’ hadits dari para sahabat dan juga dari tokoh-tokoh hadits setelahnya.
B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami dalam materi ULUMUL HADISTdan memenuhi tugas dari dosen pengajar.

C. metode dan tekhnik penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode KEPUSTAKAAN.









BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Dha’if

Menurut bahasa dha’if berarti ‘Aziz: yang lemah sebagai lawan dari Qawiyyu yang artinya kuat.Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi :مَا لَمْ يُجْمَعْ صِفَاتُ الصَّحِيْحِ وَلاَصِفَاتَ اْلحَسَنِِArtinya:“Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”.
Zinuddin Al-Traqy menanggapi bahwa definisi tersebut kelebihan kalimat yang seharusnnya dihindarkan, menurut dia cukup :
مَا لَمْ يُجْمَعْ صِفَاتُ اْلحَسَنِ
Artinya:
“yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan”
Karena sesuatu yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan sudah barang tentu tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih.Para ulama memberikan batasan bagi hadits dha’if :
ااَلُحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ هُوَ اْلحَدِيْثُ الَّذِيْ لَمْ يُجْمِعْ صِفَاتِ اْلحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ وَلاَ صِفَاتِ اْلحَدِيْثِ
Artinya:
“hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian hadits dha’if adalah hadits yang lemah, yakni para ulama masih memiliki dugaan yang lemah, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih tetapi juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.

B. Pembagian Hadits Dha’if
1. Hadits Dha’if karna Gugurnya Rawi
a. Hadits Mursal
Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti “Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara terminology ialah hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw bersabda…..”
Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, bahwasnya Rasulullah Saw bersabda:
اِنَّ سِدَّةَ اْلحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمِ
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap neraka Jahannam”
b. Hadits Munqati
Hadits munqati menurut bahasa artinya terputus. Menurut sebagian para ulama hadits, hadits munqati’ ialah hadits yang dimana didalam sanadnya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya oleh rawi, misalnya perkataan seorang rawi, “dari seseorang laki-laki”. Sedang menurut para ulama lain bahwa hadits muntaqi’ ialah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang gugur (tidak disebutkan) dari rawi-rawi sebelum sahabat, baik dalam satu atau beberapa tempat, namun rawi yang gugur itu tetap satu dengan syarat bukan pada permulaan sanad
b. Hadits Mudal
Hadits mudal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama memberi batasan hadits mudal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya, contohnya: “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
لِْلمُلُوْكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِاْلمَعْرُوْفِ (رواه مالك)
Artinya:
“Budak itu harus diberi makanan dan pakayan secara baik”. (HR. Malik)
c. Hadits Muallaq
Hadits muallaq menurut bahasa berarti hadits yang tergantung. Dari segi istilah, hadits muallaq adalah hadits yang gugur satu rawi atau lebih diawal sanad. Contoh: Bukhari berkata, kata Malik, dari Zuhri,dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
لاَتَفَاضَلُوْابَيْنَ اْلأَنْبِيَاءِ (روه البخارى)
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sbagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad hadits ini terbagi menjadi empat, yaitu: hadits mursal (melepaskan), hadits muqati’(terputus), hadits mudal (yang sulit dipahami), dan hadits muallaq (tergantung).
2. Hadits Dha’if karna Cacat pada Rawi atau Matan
a. Hadits Maudu’
Hadits maudu’ ialah hadits yang bukan hadits Rasulullah Saw tapi disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa sengaja.
Contoh hadits maudu’ :
لاَيَدْخُلُ وَلَدُ الزِّنَا اْلجَنَّةِ اِلَى سَبْعِ اَبْتَاءٍ
Artinya:
“Anak jin tidak masuk surga hingga tujuh turunan”.
b. Hadits Matruk atau Hadits Matruh
Hadits matruk ialah hadits yang diriwayatka oleh seorang rawi, yang menurut penilayan seluruh ahli hadits terdapat catatang pribadinya sebagai seorang rawi yang dha’if, contoh: hadits riwayat Amr bin Syamr, dari Jabir Al-Ju’fi, dari Haris, dari Ali. Dalam hal ini Amr termasuk orang yang haditsnya ditinggalkan.
c. Hadis Munkar
Hadits munkar ialah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dha’if yang berbeda dengan riwayat rawi yang tsigah (terpercaya). Contoh:
مَنْ اَقَامَ الصَّلاَةَ وَاَتَى الزَّكاَةَ وَحَجَّ وَصَامَ وَقَرَى الضَّيْفَ وَدَخَلَ اْلجَنَّةَ. (رواه ابى حاتم)
Artinya:
“barang siapa mendirikan shalat, menunaikan zakat, melakukan haji, berpuasa, dan menjamu tamu, maka dia masuk surga”.( HR. Ibnu Abi Hatim ).
d. Hadits Muallal
Muallal menurut istilah para ahli hadits ialah hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi, yang kondosif berakibat cacatnya hadits itu, namun dari sisi lahirnya cacat tersebut tidak tampak. Contoh:
قال رسولوالله صلي الله عليه وسلم : اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَاَ
Artinya:
“Rasulullah bersabda: penjual dan pembeli boleh berikhtiar, selama mereka masih belum berpisah”
e. Hadits Mudraj
Hadits mudraj adalah hadits yang dimasuki sisipan, yang senbenarnya bukan bagian hadits itu. Contoh:
قال رسولوالله صلي الله عليه وسلم: اَنَا زَعِيْمُ، وَالزََّعِيْمُ اْلحَمِيْلُ لِمَنْ أمَنَ بِى وَاَسْلَمَ وَجَاهَدَفِى سَبِيْلِ اللهِ يَبِيْتُ فِى رَيْضِ اْلجَنَّةِ (رواه النسائ)
Artinya:
“Rasulullah Saw bersabda: saya itu adalah Zaim dan Zaim itu adalah penanggungjawab dari orang yang beriman kepadaku, taat danberjuang di jalan Allah, dia bertempat tinggal di dalam surge.” (HR. Nasai)
e. Hadits Maqlub
Hadits maqlub ialah hadits yang terdapat didalamnya terdapat perubahan, baik dalam sanad maupun matannya, baik yang disebabkan pergantian lafaz lain atau disebabkan susunan kata yang terbalik, contoh:
إِذَا سَجَدَ اَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَايَبٍْرُكُ اْلبَعِيْرُ وَلِيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ وَكِبَتِهِ
Artinya:
“ Apabila salah seorang kamu sujud, jangan menderum seperti menderumnya seekor unta, melinkan hendaknya meletakkan kedua tanggannya sebelum meletakan kedua lututnya,” (HR. Al- Turmudji, dan mengatakaknnya hadits ini gharib)
g. Hadits Syaz
Dari segi bahasa, hadits Syaz berarti hadits yang ganjil. Para ulama memberi batasan hadits syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanadnya dengan riwayat rawi yang relatif lebih terpercaya, serta tidak mungkin dikompromikan antara keduanya. Contoh hadits Syaz:
يَوْمُ عَرَ فَةَ وَاَيَّامَ التَّشْرِيْقِ اَيَّامُ اَكْلٍ وَشُرْبٍ. (رواه موسى بن على)
Artinya:
“Hari arafah dan hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum”. (HR. Musa bin Ali ).
Jadi, kesimpulan bahwa hadits yang cacat rawi dan matan atau kedua-duanya digolongkan hadits dha’if yang terbagi menjadi tujuh, yaitu: hadits maudu’ (palsu), hadits matruk (yang ditinggalkan) atau hadits matruh (yang dibuang), hadits munkar(yang diingkari), hadits muallal (terkena illat), hadits mudras (yang dimasuki sisipan), hadits maqlub (yang diputar balik), dan hadits syaz (yang ganjil).
C. Status Kehujahan
Pendapat pertama; hadits dha’if tersebut dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkaitan dengan masalah halal, haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadits lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampai kan oleh beberapa imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal, Abu Daud dan sebagainya.
Pendapat yang kedua; dipandang baik mengamalkan hadits dha’if dalam fadailul amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Pendapat ketiga; hadits dha’if samasekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitan dengan fadailul amal maupun halal haram. Pendapat ini dinisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.
D. Kitab-Kitab Yang Memuat Hadits Dha’if
1. Al-Maudu’at, karya Al-Imam Al-Hafiz Abul Faraj Abdur Rahman bin Al-Jauzi (579 H)
2. Al-Laali Al- Masnuah fi Al-Hadits Al-Mauduah, Karya Al-Hafiz Jalaludin Al-Suyuti (911 H)
3. Tanzih Al-Syariah Al-Marfuah An Al-Ahadits Al-Syaniah Al-Mauduah, karya Alhafizh Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad Bun Iraq Al-Kannani (963 H)
4. Al-Manar Al-Munif fi Shahih wa Al-Dafi, karya Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah ( 751 H )
5. Al-Masnu fi Al-Hadits Al-Maudu’ karya Ali Al-Qari ( 1014 H )






BAB III
BIOGRAFI SINGKAT ULAMA’ HADITS

A. Abu Hurairah
Nama lengkap Abu hurairah ialah Abdur Rahman ibnu Sakhr (Abdullah Ibnu Sakhr) Ad-Dausi At-Tamimi. Beliau sendiri menerangkan bahwa dimasa jahiliyah, beliau bernama Abu Syams, setelah masuk Islam beliau diberi nama oleh Nabi dengan Abdur Rahman atau Abdullah, ibunya bernama Maimunah yang memeuluk Islam berkat seruan Nabi.
Beliau lahir tahun 21 sebelum hijrah (th. 602 M). Abu Hurairah dating ke Madinah pada tahun Khaibarpada bulan Muharam tahun 7 H, lalu memeluk agama Islam. Setelah memeluk Islam, beliau tetap beserta Nabi dan menjadi ketua Jamaah Ahlus Suffah, karena inilah beliau mendengar hadits dari Nabi.
Menurut penahqikan bagi Ibnu Makhlad, seperti disitir oleh Ibnu Dausi, beliau meriwayatkan hadits sejumlah 5374 hadits, menurut Al-Kirmani 5364 hadits. Dari jumlah tersebut, 325 hadits di sepakati oleh Bukhari dan Muslim. Bukhari sendiri meriwayatkan 93 dan Muslim 189 hadits. Abu Hurairah meriwayatkan hadits dari Nabi sendiri dan juga dari para sahabat, diantaranya ialah Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas dan lain-lain. Dikatakan lebih dari 800 perawi menerima hadits dari beliau. Kata Asy-Syafii,”Abu Hurairah adalah orang yang paling banyak menghafal hadits dimasanya.”
Abu Hurairah juga pernah menjadi gubernur Madinah, dan pada masa pemerintahan Umar, beliau diangkat menjadi guberbur di Bahrain, beliau meninggal di Madinah pada tahun 59 H = 679 M.
B. Abdullah bin Umar.
Nama lengkap Abdullah Ibnu Umar ialah Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Umar ibnu Al-Khattab Al-Quraisy Al-Adawi, seorang sahabat Nabi yang terkemuka dalam lapangan ilmu dan amal. Abdullah Ibnu Umar dilahirkan di Makkah pada tahun 10 sebelum Hijrah (618 M). Beliau adalah saudara kandung dari Hafsah, istri Rasulullah. Abdullah juga menyaksikan peperangan Khandak, baitul Ridlwan dan peperangan sesudahnya.
Abdullah meriwayatkan sejumlah 2830 hadits. Sejumlah 1700 diantaranya disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Beliau menerima hadits dari Nabi dan dari para sahbat, di antaranya ialah ayahnya sendiri Umar, pamannya Zaid, saudara kandungnya Hafshah, Abu Bakar, Utsman, Ali, Bilal, Ibnu Mas’ud, Abu Dzar dan Muadz.
Abdullah Ibnu Umar adalah orang kedua diantara 7 sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Dalam kalangan sahabat beliau terkenal sebagai orang yang sangat meneladani segala gerak-gerik Rasulullah. Abdullah Ibnu Umar wafat di Makkah pada tahun 73 H (693 M).
C. Anas Ibnu Malik.
Nama lengkap Anas Ibnu Malik adalah Abu Tsulamah(Abu Hamzah) Anas ibmu Malik ibnu Nadler Dlamdlam Al-Najjari Al-Anshari, seorang sahabat yang tetap meladeni Rasulullah selama 10 tahun. Anas dilahirkan di Madinah pada tahun 10 sebelum Hijrah (612 M). Setelah Rasul tiba di Madinah, ibu Anas menyerahkan Anas kepada Rasul untuk menjadi Khadam Rasul. Setelah Rasul wafat, Anas pindah ke Bashrah sampai akhir hayatnya.
Beliau meriwayatkan 2276 atau 2236 hadits. Di antar jumlah tersebut, 166 hadits disepakati oleh Bukhari-Muslim, 93 diantaranya diriwayatkan oleh Bukhari dan 70 diriwayatkan oleh Muslim.
D. Aisyah As-Siddiqiyah.
Nama lengkap beliau ialah Aisyah binti Abi Bakr As-Siddiq. Ibunda beliau ber5nama Ummu Ruman binti Amr ibnu Umaimir Al-Kinaniyah. Aisyah dilahirkan sesudah Nabi diangkat menbjadi Rasul. Beliau juga adalah seorang dari istri Nabi.
Beliau meriwayatkan 2210 hadits.Bukhari-Muslim menyepakati sejumlah 174 hadits. Beliau menerima hadits dari nabi dan juga para sahabat, diantaranya ialah dari ayahhandanya sendiri, Umar, Hamzah ibnu Al-Aslami, Saad ibnu Abi Waqqash, Fatimah Az-Zahra. Banyak para sahabat dan tabi’in menerima berbagai macam hukum dari beliau. Hisyam Ibnu Urwah mengatakan,”Aku tidak melihat seseorang yang lebih mengetahui tentang fiqh, obat-obatan dan syiir Arab daripada Aisyah.
Aisyah adalah orang yang keempat diantara tujuh orang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Beliau wafat pada bulan Ramadhan sesudah melakukan salat witir pada tahun 57 atau 58 H (668 M).
E. Abdullah Ibnu Abbas.
Nama lengkap Abdullah Ibnu Abbas ialah Abul Abbas ibnu Abbas ibnu Abdil Muthalib, seorang putra dari paman Rasulullah. Ibundanya bernama Ummul Fadlel Lubabah Al-Qubra binti Al-Harts Al-Hilaliyah, saudara perempuan dari Maimunah istri Rasulullah.
Beliau dilahirkan di Makkah ketika bani Hasyim berada di syiib, 3 atau 5 tahun sebelum hijrah, dikala Rasul wafat beliau baru berusia 13 atau 15 tahun.
Beliau meriwayatkan sejumlah 1660 hadits. Bukhari dan Muslim menyepakati sejumlah 95 hadits, beliau menerima hadits dari Nabi dan dari para sahabat. Diantara para sahabat ialah ayahandanya sendiri, bundanya, saudaranya, Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat-sahabat yang lain.
F. Al-Bukhari
Nama lengkap Al-Bukhari ialah Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu Al-Mughirah Al-Jufi. Kakek-kakek beliau beragama Majusi. Ayah beliau adalah seorang ahli hadits, yang meninggal sewaktu beliau masih kecil dan meninggalkan banyak harta. Karena itu beliau dididik oleh ibunya dan beliau mendapat pelajaran pertama dari seorang ulama’ fiqih.
Sesudah berumur sepuluh tahun, beliau mulai menghafal hadits. Sesudah berumur 16 tahun, beliau menghafal kitab-kitab susunan Ibnu Mubarak dan Wakie serta melawat untuk menemui ulama-ulama hadits di berbagai kota.
Beliau membuat suatu hal yang baru bagi ilmu hadits, yakni membedakan antar hadits yang shahih dan yang tidak. Sedangkan kitab yang sebelumnya tidak demikian, hanya mengumpulkan Hadits yang sampai pada pengarang kitab, sedang pembahasan perawinya-perawinya diserahkan kepada orang-orang yang akan mempelajarinya saja.
Al-Firabi berkata,”Kitab Al-Bukhari didengar oleh sembilan puluh ribu orang dan tak ada seorangpun yang masih tinggal yang meriwayatkan hadits darinya selain aku”.
Al-Bukhari sendiri berkata,”Kitab As-Shahih, aku takhrijkan dari 600.000 hadits dan setiap aku akan menulis suatu hadits didalamnya, terlebih dahulu aku mandi dan sembahyang dua rakaat”. Al-Bukhari mempunyai daya hafal yang sangat kuat, istimewa dalam bidang hadits. Dalam masa kanak-kanak beliau sudah menghafal 70.000 hadist, lengkap dengan sanadnya. Beliau mengetahui hari lahir, hari wafat dan tempat-tempat para perawi hadits dan di catatnya pula apa yang beliau hapal itu. Beliau mempunyai keahlian dalam berbagai bidang ilmu hadits.
Al-Bukhari adalah orang pertama yang menyusun kitah shahih. Kemudian jejaknya diikuti oleh ulama-ulama lain sesudah beliau menyusun kitabnya itu dalam waktu 16 tahun. Kitabnya berisi 7397 hadits. Beliau juga seorang mujtahid yang mempunyai pendapat sendiri, walau pada mulanya beliau bermazdhab syafii. Beliau dilahirkan di Bukhara sebagai seorang anak yatim, pada tahun 194 H (810 M), dan beliau wafat pada tahun 256 H (870 M).
G. Muslim
Nama lengkap Muslim ialah Abul Husain Muslim ibnu Al-Hajjajibnu Muslim Al-Qusyairi an Naisaburi, salah seorang imam hadits yang terkemuka. Beliau melawat ke Hijaz, Iraq, Syam, dan Mesir untuk mempelajari hadits dari ulam-ulam hadits. Beliau meriwayatkan hadits dari Yahya ibnu Yahya An-Naisaburi, Ahmnad ibnu Hambal, Ishaq ibnu Rahawaih dan Abdullah ibnu Maslamah Al-Qanabi, Al-Bukhari dan lain-lain.
Abu Ali An-Naisaburi berkata,”Tak ada dibawah kolong langit ini, kitab yang lebih shahih dari kitab Muslim dalam ilmu hadits”.
Para ulama berkata, ”Kitab Muslim adalah kitab yang kedua sesudah kitab Al-Bukhari dan tak ada seorang pun yang menyamai Al-Bukhari dalam bidang mengkritik sanad-sanad hadits dan perawi-perawinya setelah dari Muslim”. Muhammad Al-Masarjasi berkata: “Saya mendengar Muslim berkata,” Musnad shahih ini saya sarikan dari 300.000 hadits”. Diriwayatkan dari muslim, bahwa shahihnya berisi 7275 hadits dengan berulang-ulang.
Beliau dilahirkan pada tahun 206 H. dan wafat di Naisaburi pada tahun 261 H.

H. Muhammad Ibnu Abdul Aziz
Umar Ibnu Abdul Aziz dilahirkan di Madinah, ia dibesarkan di bawah asuhan Abdullah Ibnu Umar.Namanya menjadi masyhur karena kemampuannya dalam memimpin pemerintahan yang adil, bijaksana dan sederhana. Selain itu ia menjadi terkenal karena berhasil menyandang reformasi dalam keilmuan, social, pemerintahan dan sebagainya.
Salah satu bentuk reformasi yang cukup diperhitungkan dalam bidang keilmuan Islam adlah mempelopori perlunya pembenahan terhadap hadits-hadits Nabi SAW.
Dikala kendali Khalifah dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz yang dinobatkan pada tahun 99 H. pada masa ini juga mulai dibukukannya hadits-hadits karena di khawatirkan akan lenyapnya hadits-hadits tersebut bersama para penghapalnya.
I. Muhammad Bin Hazm
Nama lengkap Muhammad Bin hazm ialahAbu Bakar Muhammad ibnu Hazm, seorang ulam besar yang terkenaldalam urusan hadits. Ia sebagai guru dari beberapa imam besar dalam sejarah hadits dan fiqih.Diantara para muridnya yang terkenal ialah Al-Auzai, Malik, Al-Laits, Ibnu Ishaq dan sebagainya. Ia terkenal ahli dan cakap dalam ilmu-ilmu hukum. Disamping itu, ia pernah menjabat pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz sebagai gubernur di Madinah. Ia meninggal pada tahun 129 H.





BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut bahasa dha’if berarti aziz yang artinya yang lemah, dan menurut istilah adalah yang yidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan dan yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan.Pembagian hadits dha’if ada dua bagian yaitu: hadits dha’if karena gugurnya rawi dan cacat pada rawi dan matan.
Status kehujjahan sebuah hadits dha’if dipandang hujjah apabila dapat diamalkan secara mutlak, dipandang baik mengamalkanya dan hadits dha’if yang sama sekali tidak dapat di amalkan.Dan juga biografi para ulama-ulama perawi hadits yang semuanya memiliki keilmuan yang tidak di ragukan lagi. Juga tentang pembukuan hadits yakni pada masa kekhalifahan Umar Bin Abdul Aziz karena di takutkan hadits-hadits itu akan lenyap bersama para penghapal hadits bila tidak segera dibukukan.











DAFTAR PUSTAKA


Anwar Br. Moh, Ilmu Mustalah Hadits, Surabaya: Al-Iklas, 1981.
As- Shalih. Subtu, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus.1997.
Alwi Al-Maliki. Muhammad, Ilmu Usul Hadits, Yugyakarta; Pustaka pelajar. 2006.
Ahmad. Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung; CV. Pustaka Setia. 2006.
. Moh. Anwar Br, Ilmu Mustalahul Hadits, (Surabaya: Al-Iklas, 1981), h. 93.
. Muhammad Ahmad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits (Bandung, CV. Pustaka Setia. 2000),h. 112.
. Muhammad Alwi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadits, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 92,100.
. H. Muhammad Ahmad, dkk. Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka setia,2000),h. 27.
. Muhammad Alawi Al-Maliki, op.cit, h. 141, 139, 112, 121, 126, 114.
. Subhi As-Shalih,Membahas Ilmu-ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus,1997),h. 186.
. H.M. Ahmad, dkk, Ulumul Hadits, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000),h. 208